• Jelajahi

    Copyright © RADAR POLITIK
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Kritik Saldi Isra terhadap BNPB & Mekanisme Seleksi TNI

    Radar Nusantara
    Jumat, 05 Desember 2025, Desember 05, 2025 WIB Last Updated 2025-12-05T18:24:11Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini

    Kritik Saldi Isra terhadap BNPB & Mekanisme Seleksi TNI


    Image

    Jakarta, 5 Desember 2025 — Dalam sidang lanjutan uji materi Undang‑Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI (UU TNI) di Mahkamah Konstitusi (MK), Hakim MK Saldi Isra mengkritik keras pernyataan Kepala BNPB, Suharyanto — juga perwira tinggi aktif TNI — yang menilai bahwa bencana di Sumatera “hanya tampak mencekam di media sosial”.


    Saldi menyebut dirinya “sedih” mendengar pernyataan tersebut, karena menurutnya itu menunjukkan minimnya empati terhadap korban bencana — apalagi pernyataan itu datang dari pejabat yang tugasnya memimpin penanggulangan bencana. 




    Image


    Pada saat yang sama, Saldi menyoroti mekanisme seleksi internal di lingkungan TNI bagi prajurit aktif yang hendak ditempatkan di kementerian/lembaga sipil — termasuk BNPB. Menurutnya, pernyataan seperti itu menimbulkan pertanyaan serius: apakah para perwira benar-benar melalui proses seleksi yang ketat dan layak untuk posisi sipil?


    Terkait hal itu, pemerintah yang diwakili oleh Wakil Menteri Hukum, Eddy Hiariej, menyatakan bahwa sebelum dikirim untuk mengikuti seleksi terbuka di kementerian/lembaga (berdasarkan Pasal 47 ayat 1 UU TNI), prajurit TNI harus melalui seleksi internal terlebih dahulu. Prosedur ini, menurut pemerintah, dimaksudkan agar personel yang ditempatkan sesuai kebutuhan dan memenuhi persyaratan.



    Image


    Namun, Saldi mendesak agar mekanisme — kriteria, tahapan, dan penilaian — dijelaskan secara transparan kepada publik, agar masyarakat dapat memahami dan menilai apakah penempatan prajurit aktif ke posisi sipil benar-benar memenuhi standar kompetensi dan sensitivitas sosial.


    ⚠️ Kenapa Sorotan Ini Penting

    • Kesalahan pernyataan pejabat tinggi di lembaga penanggulangan bencana bisa merusak kepercayaan publik—terutama di tengah krisis bencana seperti banjir dan longsor di Sumatera. Kritik ini menekankan bahwa jabatan sipil tidak hanya soal struktur kelembagaan, tapi juga soal empati, sensitivitas, dan tanggung jawab sosial.

    • Penempatan personel militer aktif ke jabatan sipil menurut UU TNI menimbulkan tantangan: apakah lembaga sipil perlu mengakomodasi personel militer — dan apakah sistem seleksi internal militer mampu memastikan bahwa calon tersebut punya kapabilitas sipil, bukan hanya militer.

    • Permintaan transparansi dari Saldi bisa menjadi momentum bagi pemerintah dan TNI untuk mengevaluasi mekanisme seleksi, termasuk memperjelas kriteria kesesuaian prajurit untuk tugas sipil, serta standar profesionalisme dan etik.


    📝 Pernyataan Resmi & Permintaan Dari Saldi

    Dalam sidang, Saldi menyampaikan secara langsung:

    “Tolong kami dijelaskan juga bagaimana mekanisme seleksi internal itu bekerja supaya memang ditemukan perwira atau pati yang memenuhi persyaratan untuk bisa dikirim ke tempat tertentu.” 

    Kemudian ia menambahkan:

    “Saya ini sebetulnya agak merasa sedih juga pernyataan seorang perwira tinggi soal bencana di Sumatera Barat itu.” 

    Dengan pernyataan itu, Saldi meminta agar penempatan perwira TNI di lembaga sipil — khususnya di bidang penanggulangan bencana — mendapat evaluasi serius untuk mencegah ketidaklayakan dan dampak negatif terhadap kepercayaan publik.


    🔎 Rekomendasi Tindak Lanjut

    • Pemerintah dan TNI perlu mempublikasikan mekanisme seleksi internal secara terbuka, termasuk kriteria kompetensi sipil dan integritas — bukan hanya aspek militer.

    • Jika perlu, melibatkan lembaga independen atau publik dalam pengawasan penempatan prajurit aktif ke jabatan sipil, guna menjaga transparansi dan akuntabilitas.

    • Memastikan bahwa pejabat di lembaga penanggulangan bencana memiliki sensitivitas terhadap korban — termasuk latar belakang sosial, empati, dan pemahaman kontekstual — agar kepercayaan publik tidak terkikis.


    (TIM/MEDIA)

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini