Dugaan Pelanggaran Undang‑Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) oleh Kementerian Kehutanan Republik Indonesia (Kemenhut) dalam Kasus 12 Perusahaan Terindikasi Pembalakan Liar Pemicu Banjir di Sumatera
Jakarta, 6 Desember 2025 — Sejumlah anggota DPR dan publik menyoroti langkah Kemenhut yang enggan membuka data identitas 12 perusahaan yang disebut terindikasi pembalakan liar dan diduga berkontribusi terhadap bencana banjir/longsor di sejumlah wilayah Sumatera. Menurut mereka, sikap ini berpotensi melanggar hak masyarakat atas informasi di bawah UU KIP.
📌 Kronologi & Fakta
-
Pada Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR RI pada 4 Desember 2025, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menyampaikan bahwa tim penegakan hukum sedang menangani dugaan pelanggaran di “12 subjek hukum (perusahaan)” di Sumatera Utara yang diduga terkait banjir dan longsor.
-
Namun, Menteri tidak bersedia mengungkap nama perusahaan, lokasi operasional, luas izin atau jenis pelanggaran secara terbuka — dengan alasan bahwa pengumuman nama harus mendapatkan persetujuan dari Presiden.
-
Menurut pernyataan Raja Juli, Kemenhut berencana mencabut sejumlah izin perusahaan (Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan / PBPH) dan sudah mencabut 18 izin seluas 526.114 hektare pada Februari 2025. Pencabutan izin tambahan berupa 20 PBPH dengan total 750.000 hektare — termasuk yang terkait wilayah terdampak bencana — juga diumumkan.
⚠️ Pelanggaran Potensial Terhadap UU KIP
-
Berdasarkan UU KIP, setiap warga negara berhak memperoleh informasi publik dari badan publik, termasuk informasi yang dikelola oleh instansi seperti Kemenhut.
-
Informasi tentang nama perusahaan, lokasi operasional, izin, dan pelanggaran lingkungan termasuk dalam kategori yang “wajib disediakan dan diumumkan” oleh badan publik — kecuali jika informasi itu termasuk golongan “yang dikecualikan” sesuai UU (misalnya rahasia negara, rahasia pribadi, dll).
-
Alasan Menhut bahwa publikasi data “harus mendapat persetujuan Presiden” tidak tercantum sebagai pengecualian dalam UU KIP — sehingga bisa dianggap sebagai penghalang akses informasi publik tanpa dasar hukum jelas.
🏛️ Pernyataan & Kritik DPR serta Masyarakat
-
Anggota Komisi IV dari Fraksi Partai Gerindra — Melati — menegur sikap Menhut yang “melempar bola panas” kepada Presiden, padahal sebagai pejabat teknis dia seharusnya mengambil tanggung jawab dan bersikap transparan.
-
Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) — Sonny T Danaparamita — juga mendesak agar data perusahaan dibuka sepenuhnya dan izin-izin berusaha perusahaan nakal segera dicabut, agar upaya rehabilitasi hutan dan pemulihan lingkungan tidak terhambat.
-
Publik pun menyoroti bahwa kerahasiaan identitas perusahaan menyulitkan masyarakat untuk memantau proses hukum dan pemulihan lingkungan, serta menghambat upaya transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan negara.
📚 Ketentuan UU KIP & Hak Publik
Menurut UU KIP:
-
Informasi publik bersifat terbuka dan harus mudah diakses oleh siapa saja.
-
Badan publik wajib menyediakan dan menerbitkan informasi secara tepat waktu, sederhana, dan dengan biaya ringan.
-
Jika informasi termasuk dalam kategori “wajib diumumkan secara serta-merta” — misalnya informasi yang menyangkut hajat hidup orang banyak, keamanan publik, atau bencana besar — maka badan publik tidak boleh menunda publikasinya tanpa alasan hukum yang sah.
-
Bila badan publik menolak memberikan informasi tanpa dasar pengecualian yang jelas, publik atau pemohon berhak mengajukan sengketa ke Komisi Informasi, dan jika perlu, membawa ke jalur peradilan.
✅ Rekomendasi untuk Kemenhut & Pemerintah
-
Kemenhut harus segera membuka data 12 perusahaan terindikasi — nama, lokasi, izin, pelanggaran — sebagai bagian dari hak masyarakat atas informasi sesuai UU KIP.
-
Informasi ini harus dipublikasikan melalui kanal resmi (website PPID Kemenhut, laporan publik, siaran pers).
-
Jika ada kekhawatiran atas rahasia usaha atau persaingan usaha, Kemenhut harus menyebut secara spesifik dasar hukum pengecualian, bukan hanya menunggu “izin Presiden”.
-
DPR, masyarakat sipil, media, dan LSM harus aktif menggunakan hak mereka untuk meminta informasi, serta memantau proses penegakan hukum dan rehabilitasi lingkungan.
✉️ Kesimpulan
Menahan atau menunda pengungkapan informasi tentang perusahaan yang diduga menyebabkan bencana lingkungan — terutama ketika masyarakat telah terdampak besar — bisa dianggap bertentangan dengan spirit dan ketentuan UU KIP. Untuk menjaga akuntabilitas, keadilan, dan hak warga atas informasi, Kemenhut serta pemerintah harus segera menjalankan kewajiban keterbukaan secara utuh.
(TIM/MEDIA)






